top of page

Let’s Talk About Mental Health

  • Auli Cinantya
  • Sep 16, 2017
  • 3 min read


Yang perlu Anda ketahui tentang kesehatan jiwa dan mengapa kita harus membicarakannya.


Nyatanya, tidak ada yang berbeda antara kesehatan fisik dan kesehatan jiwa, namun entah mengapa banyak orang yang menganggap membicarakan kesehatan jiwa adalah sesuatu yang janggal bahkan tabu. Banyaknya stigma negatif yang mengelilingi isu kesehatan jiwa membuat orang enggan membicarakannya, hal yang ini justru dapat memperparah situasi yang ada.


Tidak sedikit orang yang mengalami masalah jadi memilih untuk menutup diri dan tidak membicarakan apa yang sedang ia alami. Padahal bantuan dari keluarga dan teman sekitar mungkin dapat membantu seseorang menjadi lebih baik. Tidak tertutup kemungkinan bahwa seseorang yang selalu terlihat ceria dan ‘normal’ untuk memiliki gangguan jiwa. Sayangnya, banyak orang cenderung mengabaikan dan menganggap sepele perasaan seseorang.


“Banyak orang yang mengatakan bahwa gejala depresi yang saya alami merupakan diri saya yang kurang bersyukur. Namun hal itu salah, saya tidak bisa mengontrolnya. Tidak ada yang lebih buruk dibanding harus berpura-pura bahagia,” – Miley Cyrus


Apa itu sehat jiwa?

Sebelum berbicara mengenai permasalahan kesehatan jiwa, kita harus memahami terlebih dahulu tentang jiwa yang sehat. Apa itu jiwa yang sehat?


Dijelaskan dalam UU RI no. 18 tahun 2014, kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan dengan baik, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.


Singkatnya, seseorang yang dapat menerima kekurangan dan kelebihan orang lain maupun diri sendiri, dan juga berkontribusi dalam masyarakat.


Bagaimana Mengenali Gangguan Jiwa?

Secara fisik, kita memang tidak dapat melihat gangguan jiwa, namun bukan berarti gangguan tersebut tidak ada. Dr.Nova Riyanti Yusuf, SpKJ atau yang akrab dipanggi Noriyu, menyebutkan bahwa gangguan jiwa terbagi menjadi psikotik dan neurotik.


Gangguan psikotik terjadi bila seseorang tidak dapat membedakan realita dan fantasi, contoh sederhananya ialah seseorang yang tampak berbicara sendiri, atau perhatiannya susah untuk dialihkan, seperti berada di dunia sendiri. Hal ini biasanya ditemui oleh orang yang mempunyai gangguan skizofrenia, gangguan mental kronis yang biasanya membuat seseorang tidak dapat membedakan antara kenyataan dengan pikirannya sendiri.


Sedangkan gangguan neurotik terlihat bila seseorang merasa cemas atau depresi yang berlebihan dan tidak bisa mengatasinya. Ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu pikiran, perasaan, dan juga perilakunya. Tiga hal tersebut dikenal dengan 3P. Bila seseorang yang cenderung ceria tiba-tiba mengalami perubahan mood yang drastis, yang biasa memiliki sifat optimis menjadi pesimis, kita harus memerhatikan dengan baik terlebih lagi jika perubahan-perubahan tersebut bertahan selama dua minggu.


Gangguan mental tidak mempunyai gejala yang pasti, namun seseorang yang mempunyai mental yang terganggu ia akan menunjukkan tanda-tanda walaupun terkadang banyak yang tidak peka bahwa tanda-tanda tersebut mengarah pada adanya gangguan mental.


Apa yang memengaruhi?

Tidak seperti penyakit yang disebabkan oleh virus atau flu, gangguan jiwa tidak mempunyai penyebab pasti. Namun hal yang mempunyai peran besar dalam kesehatan jiwa seseorang ialah lingkungan di mana orang tersebut tinggal. Mulai dari lingkungan pekerjaan, lingkungan bergaul sampai dengan lingkungan keluarga, semua mempunyai peran besar dalam memengaruhi kesehatan jiwa seseorang.


Namun selain faktor sosial, faktor biologis dan psikologis seseorang juga berpengaruh. Bagaimana seseorang dibesarkan akan membentuk kepribadian orang tersebut, hal ini yang akan menentukan bagaimana kondisinya ketika ia menghadapi lingkungan yang mempunyai banyak tekanan.


Apakah seseorang bisa sembuh 100%?

Hal ini tergantung pada kondisi mental orang tersebut dan bagaimana pribadinya. Apakah ketika ia berkonsultasi gejalanya sudah parah, atau apakah ia rutin melakukan psikoterapi dan meminum obat yang dianjurkan oleh dokter.


Noriyu menilai bahwa psikoterapi lebih efektif dilakukan dibandingkan dengan penyembuhan pasif menggunakan obat ataupun psikofarmatik. Pendekatan psikoterapi terbukti menunjukkan adanya perubahan dalam otak ketika dilakukan functional mri. Namun kembali lagi bagaimana kondisi orang tersebut, apakah ia hanya perlu melakukan psikoterapi atau menggunakan obat-obatan.


Apa yang harus kita lakukan?

Jika Anda atau orang yang Anda kenal cenderung mempunyai gangguan mental, hal yang harus dilakukan tentu saja untuk konsultasi ke psikiater. Jika Anda bertanya “kapan?” maka jawabannya adalah “secepatnya.” Noriyu berkata bahwa rujukan ke rumah sakit jiwa merupakan pilihan yang paling akhir, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan konsultasi, karena setiap gangguan mental mempunyai penanganan yang berbeda.


Tidak jarang orang yang memiliki gangguan mental akan menolak dan bersikap defensif bahkan menutup dirinya ketika kita menawarkan bantuan. Noriyu menyebutkan bahwa hal yang harus dilakukan ialah dengan berbicara baik-baik, selayaknya mengobrol biasa, tidak dengan sikap inferior atau investigatif atau bahkan berkesan ceramah. Buatlah dia nyaman dan mungkin ia akan mencurahkan pikirannya pada Anda.



Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO, di tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang di seluruh dunia yang terkena depresi; 60 juta orang mengidap bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta mengalami dimensia. Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas dengan gangguan mental emosional (ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan) mencapai 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara untuk gangguan jiwa berat sepert skizofrenia mencapai 400.000 orang.


Teks Auli Cinantya

Narasumber dr.Nova Riyanti Yusuf,SpKJ

Foto 123RF


Artikel ini telah dipulikasikan di majalah CLEO edisi Mei 2017



Commentaires


bottom of page